JAKARTA, KOMPAS.com - Tim kuasa hukum yang mendampingi proses gugatan warga negara atas pencemaran udara Jakarta telah melayangkan surat laporan ke Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawasan Mahkamah Agung (Bawas MA) terkait penundaan sidang putusan yang dilakukan oleh majelis hakim di Pengadilan Jakarta Pusat.
Tiga hakim pemeriksa perkara itu yaitu Saifudin Zuhri, Duta Baskara, dan Tuty Haryati dilaporkan terkait penundaan perkara secara berlarut-larut hingga delapan kali. Mereka dinilai sudah melamggar Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial Nomor 02/PB/MA/IX/2012 dan 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
“Kami sepakat untuk melaporkan majelis hakim atas dugaan pelanggaran kode etik, dan kami juga meminta pemantauan perkara kepada KY dan Bawas MA untuk memantau perkara ini," kata Ayu Eza Tiara selaku kuasa hukum penggugat, Jumat (10/9/2021).
Eza mengatakan, penundaan hingga delapan kali ini tidak pernah terjadi di kasus hukum manapun. Biasanya penundaan hanya terjadi satu kali dan rentang waktunya hanya satu minggu saja.
"Tapi ini sudah memakan waktu lebih dari tiga bulan untuk pembacaan sidang putusan saja," kata Ayu.
Kuasa hukum penggugat lainnya, Alghifari Aqsa menambahkan, penundaan berlarut-larut dalam pembacaan sidang putusan perkara itu dikhawatirkan bisa memicu persepsi adanya lobi pihak-pihak yang berkepentingan di luar pengadilan.
Dia mengingatkan, dengan sidang putusan yang belum juga diketuk palu hingga hari ini, artinya total sudah 742 hari proses gugatan ini berlangsung, sejak didaftarkan pada 4 Juli 2019.
“Hakim harusnya tahu kasus ini sangat serius karena para penggugat adalah korban dari pencemaran udara. Kemudian ada saksi-saksi yang kami datangkan, dan semuanya menghadirkan data yang membuktikan bahwa pencemaran udara ini berpengaruh besar terhadap masyarakat,†ujarnya.
Hakim Ketua Saifuddin Zuhri, dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (9/9/2021) mengatakan, harus menunda putusan untuk kedelapan kalinya karena tahap musyawarah atau mempelajari perkara itu masih dalam proses, mengingat banyaknya bukti yang diajukan.
"Kemarin juga ditunda, mohon maaf. Sebenarnya ini tidak pantas, kurang sopan untuk disampaikan, tapi karena menunda dari perkara ini, kebetulan saya ada halangan sehingga konsentrasi untuk memusyawarahkan perkara ini tertunda-tunda," kata Saifuddin seperti dilaporkan Antara.
Ia menambahkan faktor lain yang menyebabkan sidang putusan tersebut ditunda adalah kondisi hakim anggota Duta Baskara yang sempat terinfeksi Covid-19.
Gugatan soal polusi udara Jakarta ini diajukan 32 warga yang tergabung dalam Koalisi Ibu Kota ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 4 Juli 2019. Mereka menggugat tujuh pihak, yaitu Presiden Joko Widodo, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat, dan Gubernur Banten.
Penggugat meminta para tergugat untuk bisa mengendalikan pencemaran udara di kawasan Jakarta dan sekitarnya. Langkah diminta di antaranya menerbitkan revisi Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara yang di dalamnya mengatur perihal pengendalian pencemaran udara lintas batas provinsi. Kemudian mengetatkan Baku Mutu Udara Ambien Nasional yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia, lingkungan, dan ekosistem, termasuk kesehatan populasi yang sensitif berdasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.