Yayasan Indonesia Cerah

  • 636
  • Kamis, 13 Februari 2020
  • Share:

Nasib Gugatan Polusi Udara tak Jelas

Figure

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Proses sidang gugatan 31 warga atau citizen lawsuit terkait polusi udara di kawasan Jakarta dan sekitarnya semakin tidak jelas nasibnya. Setelah sempat dijadwalkan sidang perdana pada Agustus 2019 lalu dan batal, kini persidangan lanjutan pun tidak jelas kelanjutannya.

Kuasa Hukum Penggugat dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Ayu Eza Tiara mengungkapkan, gugatan yang dilayangkan kepada tujuh pihak saat ini terhenti. Ketujuh pihak itu, yakni tiga pemerintah provinsi yaitu, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten serta ke pemerintah pusat, yakni Presiden Jokowi, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Dalam Negeri.

"Semakin tidak jelas. Sebab, dalam jadwal sidang terakhir, Agustus 2019 lalu, sidang kembali ditunda," kata Ayu dalam acara diskusi Polusi Udara Jakarta, Rabu (12/2).

Ayu mengatakan, momen sidang perdana pada Agustus 2019 lalu, seharusnya sudah dimulai sidang pendahuluan. Namun, kenyataannya, sidang gugatan perdana ini juga ditunda. Persidangan ditunda lantaran pihak penggugat intervensi yang dalam gugatan pencemaran udara tidak hadir dalam persidangan.

Diakui dia, selama proses gugatan mulai berjalan di pengadilan, beberapa tergugat sudah mengindikasikan tidak merespons secara baik citizen lawsuit ini. Termasuk, isi gugatan yang dikeluhkan warga soal polusi udara di kawasan Jakarta dan sekitarnya. Ia mengatakan, hanya Pemprov DKI Jakarta yang merespons dengan mengirimkan utusan.

Sementara, Pemprov Jabar terlambat merespons dan Pemprov Banten sama sekali tidak merespons. Dikatakan dia, setelah pemberian berkas ke pengadilan dan bahkan ke Pemprov Banten, tetap juga tidak direspons.

"Pemprov Banten sama sekali tidak menghargai gugatan warga karena dari awal sampai sekarang tidak pernah hadir tanpa alasan jelas, meski pengadilan berkali-kali meminta hadir," ujar dia.

Sebelum ditunda, papar dia, sidang berjalan sangat alot karena ada banyak intervensi. Salah satunya, soal jam sidang yang dijadwalkan pagi hari, tapi diubah menjadi sore hari tanpa pemberitahuan. Akibatnya, ungkap dia, banyak pihak penggugat dari warga dan perwakilan tergugat yang memilih pulang. "Karena ketidakjelasan jadwal," ujar dia.

Ia mengungkapkan, kebanyakan proses sidang gugatan citizen lawsuit ini gagal sidang karena jadwal persidangan yang tidak jelas. Baik yang tergugat memilih pulang duluan atau Majelis Hakim yang tiba-tiba membatalkan dan pulang duluan dengan alasan yang tidak jelas.

Karena ini gugatan perdata, papar dia, diarahkan ada proses mediasi dengan Hakim Mediator. Tapi, dalam proses mediasi, diakui dia, justru beberapa pihak tergugat tidak menghadiri sidang. "Yang hadir hanya tim kuasa hukum. Akhirnya, sidang tidak efektif. Cenderung tawar menawar dan hanya menjawab surat," kata dia menjelaskan.

Sebelumnya, pada sidang gugatan citizen lawsuit tentang polusi udara, Gubernur DKI Anies Baswedan sempat memberi perhatian atas gugatan tersebut. Anies mengatakan, sudah menerima gugatan tersebut dan ditangani oleh Biro Hukum Pemprov DKI. "Sudah saya terima," kata Anies, Juli 2019 lalu.

Sebelumnya, gerakan Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (Ibukota) menggugat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan gubernur Jawa Barat ke PN Jakarta Pusat. Anies dan Ridwan Kamil digugat secara perdata karena dinilai lalai menjaga kualitas udara di wilayah yang mereka pimpin.

Gugatan Ibukota diterima PN Jakpus, Kamis (4/7), dengan Nomor Perkara 374/Pdt.G/LH/2019/PN.Jkt.Pst. Selain terhadap Anies dan Ridwan Kamil, 31 warga juga menggugat Presiden Joko Widodo (Jokowi), Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, serta Gubernur Banten Wahidin Halim.