TEMPO.CO, Jakarta - Sidang gugatan warga negara atas pencemaran udara Jakarta kembali berlangsung pada hari ini di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam keterangan tertulisnya, Koalisi Ibu Kota menyampaikan sidang digelar pukul 09.00.
“Agenda sidang kali ini akan menghadirkan dua orang saksi dari penggugat yang akan mengungkap permasalahan polusi udara di Jakarta selama ini,†kata Koalisi Ibu Kota,Rabu, 18 November 2020.
Adapun pada sidang pekan lalu, tim advokasipenggugat menghadirkan seorang warga Jakarta Selatan bernama Dian yang mengalamikerugian dari paparan polusi udara Jakarta yang dialaminya.
Dalam keterangan tertulis yang disampaikan Koalisi Ibu Kota itu disebutkan tempat tinggal Dian berada di antara banyak pembangunan dan gedung bertingkat. Dian mengatakan dampak udara kotor yang ia hirup, baik di lingkungan tempat tinggalnya maupun perjalanan menuju tempat ia kerja sudah mengganggu aktivitasnya beberapa tahun ke belakang.
“Dalam sidang, saksi juga menegaskan bahwa hingga kini dia tidak mendengar adanya sosialisasi dari pemerintah terkait masalah polusi udara."
Adapun gugatan soal polusi udara Jakarta itu diajukan oleh Koalisi Ibu Kota ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis, 4 Juli 2019. Terdapat tujuh tergugat dalam kasus ini, yakni Presiden Joko Widodo, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat, dan Gubernur Banten.
Sebelumnya, Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) David R. Boyd, melayangkan surat pendapat keahliannya sebagai Amicus Curiae soal gugatan polusi udara Jakarta. Pendapatnya sebagai Amicus Curiae atau Sahabat Pengadilan dalam kasus citizen lawsuit pencemaran udara Jakarta itu disampaikan Boyd kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dalam surat setebal 19 halaman yang dikirim pada 9 Oktober itu, pelapor khusus PBB itu menilai kasus pencemaran udara Jakartasebagai Ibu Kota Indonesia ini punya kepentingan global.
“Jakarta adalah salah satu ibu kota terbesar di dunia dan memiliki kualitas udara yang sangat buruk, meski pemerintah Indonesia telah mencantumkan hak atas lingkungan yang baik dan sehat untuk warga negaranya dalam konstitusi dan undang-undang mereka,†ujar Boyd yang dimuat dalam rilis Koalisi Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (Ibu Kota), Ahad, 15 November 2020.
Profesor di Universitas British Columbia Kanada tersebut menyatakan tujuannya mengirimkan pendapatnya adalah untuk membantu pengadilan dalam mengembangkan yurisprudensi Indonesia. Selain itu, untuk memberi perspektif ahli tentang hukum HAM internasional yang relevan serta hukum konstitusional komparatif.
“Udara bersih adalah komponen penting dari hak atas lingkungan yang baik dan sehat, dan pemerintah Indonesia gagal memenuhi kewajiban mereka untuk mengambil tindakan yang diperlukan dalam meningkatkan kualitas udara,†tulis pelapor khusus PBB itu dalam surat untuk kasus pencemaran udara Jakarta.